Rabu, 23 Maret 2011

Memanusiakan Manusia


Semarang, 21 Maret 1988

Saya sedang duduk mengantuk dalam perjalanan saya menggunakan bus. Tiba-tiba HP saya bergetar dan muncullah nomor yang tidak dikenal. Saya angkat dan ternyata di seberang sana adalah OB diperusahaan tempat saya bekerja dulu.  Beliau OB sudah cukup berumur, mungkin sekitar 40an. Dia menelepon karena terkejut mengetahui saya sudah resign dan dia merasa belum dipamiti. Saya menjelaskan bahwa saya sudah menitipkan salam dan pemohonan maaf serta ucapan terima kasih melalui rekannya karena waktu itu beliau tidak dapat ditemui. Satu hal yang membuat saya sangat terharu adalah ucapannya bahwa dia bertelepon hanya ingin sekedar mendengar suara saya dan kagen dengan candaan saya. Dia berkata bahwa dia merasa sangat kehilangan salah seorang yang setiap pagi dan sore selalu menyapanya.
Saya hanya tercenung, apasih yang saya lakukan dalam waktu 4 bulan saya bekerja sehingga beliau sampai berusaha bersusah payah menghubungi saya? Saya hanya melakukan apa yang lazim dilakukan orang biasa. Kalau pagi saya menyapa, kalau pulang saya berpamitan, kalau sedang bercanda saya sering berjalan merengkuh pundaknya sebagai teman, mengobrol santai bersama rekan-rekan OB di dalam pantry dan bahkan tak jarang saya minta tolong padanya untuk melakukan sesuatu yang mungkin menjadi tanggung jawabnya.
Saya merasa hal yang saya lakukan itu sangat- sangat- sangat sederhana. Tapi apakah sudah jarang orang yang melakukannya? Sebagai manusia yang tidak berdaya tanpa orang lain, saya selalu berusaha memperkakukan orang lain, siapapun dia, apapun dia, sebagai manusia seutuhnya. Saya hanya menyapa sebentar di pagi dan sore, menggunakan kata tolong untuk meminta bantuan, mengucapkan terima kasih dengan benar-benar menatap matanya, dan juga mengucapkan maaf bila sekiranya akan menganggu dia. Suatu perbuatan  yang mudah dilakukan tetapi mungkin sedikit dilupakan kebanyakan orang dengan segala gengsi akibat kedudukan, jabatan, dan status sosial. Tetapi menurut saya, selama sama-sama berwujud manusia, ya mereka tetap manusia. Maka harus dimanusiakan.
Saya tidak pernah belajar teori mengenai memanusiakan manusia. Namun saya belajar dari perkataan dan perbuatan orang tua saya. Ayah saya, bukan seorang filsuf maupun pemikir, adalah orang lapangan yang bertugas memantau kelancaran pasokan air bersih di kota saya. Dengan dedikasi yang tinggi, beliau selalu mengontrol dan melihat kondisi karyawannya di lapangan yang notabene lokasnya berada jauh dari keramaian bahkan diluar jamkerja sekaliipun . Ada satu nasehat ayah saya yang saya ingat sampai sekarang: kalau kamu mau jadi seorang pemimpin yang baik, selalu perhatikan bahwanmu. Rangkul mereka, maka mereka akan tetap segan dan hormat denganmu, tetapi tidak menjadi takut padamu.
Jadi marilah kita mulai dan kita ingat kembali langkah-langkah kecil yang mungkin bisa membantu kita dalam memanusiakan manusia. 

Dedicated to My ex-collegue Pak Suyani and My beloved daddy

Selasa, 22 Februari 2011

Tebar Janji? Hati-hati...


Setelah seharian berkutat dengan semrawutnya lalu lintas, saya akhirnya sampai rumah juga. Dasar sofa saya itu sangat posesif, sekali pantat nemplok, sudah deh berdiri saja sudah susah, apalagi di situ juga ada remote tv kesayangan saya. Langsung saja saya nyalain tv. Acaranya sih kebetulan acara “merasakan jadi orang nggak punya”. Nah, di episode ini, si peserta mengajak sekeluarga itu pergi buat mengkhitankan si anak. Yang bikin jadi geli adalah ucapan si peserta yang bilang, “adik harus kuat ya disunat. kalau habis disunat, nanti jadi lancar baca Al-Quran-nya”. Ini yang menggelitik pemikiran saya, seingat saya dan kalau bener, saya juga pernah mengalami fase yang sama yaitu disunat, tapi sampai saat ini kemampuan saya membaca Al-Quran masih ngek-ngok juga tuh.
Banyak juga dari orang tua yang memberikan iming-iming kalau nanti sudah disunat bakalan bisa jadi tinggi dan suaranya jadi lebih berat. Waktu SD saya mah cuma manggut-manggut aja dan menanamkan dalam pikiran saya kalau gak sunat, nanti gak tinggi dan suaranya tetep melengking. Tapi setelah saya SMP dan belajar tentang hormone, saya jadi tahu, mau gak disunat atau mau diulang-ulang sekalipun, hormone testosteron pada anak laki-laki akan mulai berkembang pada usia puber (remaja) yang membuat suara menjadi lebih berat. Selain itu, dengan asupan gizi yang benar, mau disunat atau enggak, orang juga akan semakin tinggi kok pas masa perkembangan.
Penekanan tulisan ini sih bukan kepada urusan saya menyesal atau tidak menyesal karena saya (merasa pernah) disunat, namun lebih tentang masalah iming-iming kepada seorang anak ketika di diminta untuk melakukan sesuatu. Terkadang memang sebagai orang yang sudah dewasa, kita dengan mudahnya ‘menjanjikan’ imbalan kepada anak kecil agar mereka melakukan hal yang kita mau. Tentu saja sebagai anak yang masih polos,mereka juga “iya-iya bos” aja. Mungkin pikiran kita memang lebih menang daripada anak kecil, tetapi anak kecil pun juga punya perasaan loh. Mereka juga punya memori, bahkan mungkin lebih kuat, untuk mengingat janji apa yang kita berikan pada mereka. Kalau misal masalahnya masih sunat-menyunat tadi, ketika anak tau dengan sendirinya kalau ternyata nggak sunat pun bisa jadi tinggi dan suaranya jadi berat, mereka paling hanya berpikir, “yee… bego banget ya dulu saya, gampang banget dibujuk buat sunat” dan karena mereka tahu bahwa ada keuntungan lebih dari disunat, tentu saja mereka bisa memaklumi kalau itu untuk kebaikan mereka.
Tapi bayangkan jika seorang anak dijanjikan sesuatu karena mereka telah melakukan apa yang kita minta tapi kita tidak bisa memenuhinya. Sekali dua kali masih wajar. Tapi kalau dibiarkan berkali-kali, ya… namanya anak, mereka juga bisa merasakan kecewa. Kalau dibiarkan dalam jangka panjang tentu tidak baik juga untuk anak itu sendiri. “Nanti kalau sudah gajian, papa beliin sepatu deh” atau “nanti ya, kalau mama mampir ke toko, mama beliin mainan deh”. Biasanya sih, sebagai orang tua terkadang banyak yang spontan nyeletuk gitu untuk menyenangkan atau membuat anak mau melakukan apa yang kita mau. Tapi celetukan itu pun jangan dianggap enteng. Jangan dikira anak tidak tahu kapan tanggal gajian orang tuanya, jangan dikira juga anak tidak tahu kapan saat-saat mama-nya belanja ke supermarket. Dari celetukan dan ekspresi orang tua, anak juga bisa tahu loh kalau papanya habis gajian atau mamanya pulang dari mal. Jangka pendeknya sih anak mungkin kecewa atau ngambek karena mereka tidak mendapat apa yang sudah dijanjikan untuk mereka. Ini sih masih mungkin kita atasi. Tapi takutnya kalau dalam jangka panjang, akan menimbulkan ketidakpercayaan anak pada orang tuanya. Ini yang mungkin agak sulit, yaitu mendapatkan kembali kepercayaan anak. Gambaran Paling gampang sih lihat aja film liar-liar yang dibintangi Jim Carrey itu. Pada akhirnya mau sang ayah berjanji apapun, keluarganya tidak percaya lagi.
Kepercayaan anak terhadap orang tua itu penting menurut saya. Dan menurut eyang-eyang peneliti sebelumnya, fase menumbuhkan kepercayaan ini bahkan dimulai dari anak baru lahir hingga 2 tahun. Bayangin aja kalau orang panutan dan lingkungan terdekatnya tidak dia percayai, pasti akan timbul kebingungan dalam diri si anak untuk mencari siapa yang dia percayai. Ya kalau akhirnya yang dia anut itu benar. Kalau enggak? Kasihan anak-anaknya. Saya punya cerita dari beberapa teman saya, anak yang tidak memeiliki kepercayaan atau merasa kurang mendapat perhatian dari orang tuanya sering terjebak dalam kelompok-kelompok berbasis agama yang nggak jelas dan yang selalu morotin duit orang tuanya untuk kelangsungan kelompoknya itu. Bahaya juga kan? Selain itu, di dalam perjalanan hidupnya dimungkinkan akan terjadi kebingungan dalam pencarian value yang harus dianut sang anak. Tentu saja kita tidak ingin itu terjadi kan? Hal ini membuat saya berpikir kalau saya harus hati-hati banget kalau berbicara dengan anak kecil. Termasuk kepada keponakan saya yang saya rasa cukup cerdas utntuk menangkap hal baru. Kelihatannya sepele sih, ngomong sama anak kecil kok malah harus hati-hati. Tapi jangan salah, dengan kita bisa menepati janji, kita juga mengajari anak untuk bertanggung jawab dengan apa yang diucapkan. Selain itu, tentu saja kita sudah ‘menginvestasikan’ kepercayaan dan hubungan yang baik dengan anak itu. Iya nggak?
Kembali lagi ke masalah sunat-menyunat tadi. Untungnya, sampai saat ini sih saya masih percaya dengan orang tua dan kakak saya, karena saya sangat ingat kalau iming-iming mereka cukup smart buat saya yang mungkin dari kecil sudah ada bakat mata duitan. Waktu itu iming-imingnya adalah’ “nanti kalau sunat, dapet duit banyak dan bisa beli Play Station loh…”. waaah… demi mainan yang saya dambakan waktu itu, saya mau disunat. Dan bener banget, setelah bersakit-sakit dahulu, PS pun datang kemudian. Orang tua saya ternyata memang tidak bohong J tapi kalau sekarang, biar mau dapet duit, mau dapet rumah, mau dapet mobil, saya ogah ah, disunat lagi J

'Wong ndesa' naik pesawat


                Sejak kecil saya selalu bisa bermimpi naik pesawat. Rasanya seru membayangkan kita berada didalam benda yang terbang di angkasa. Sewaktu saya kecil itu bagaikan mimpi. Boro-boro naik pesawat, naik bus ac aja jarang-jarang. Namun semakin ke sini, naik pesawat kok rasanya semakin mudah saja. Bahkan kadang harga pesawat sama kereta saja murah pesawat.  Apalagi sekarang muncul maskapai-maskapai baru yang saling perang tarif dan akhirnya menguntungkan kita juga, para penumpang. Dan karena kebaikan para maskapai itu, saya yang wong ndeso akhirnya bisa juga naik burung besi itu. Segudang pengalaman dari yang menyenangkan hingga yang aneh-aneh pernah saya alami.
                Saya ingat sekali pertama kali saya naik pesawat adalah ke Banjarmasin ke tempat teman saya. Waduh, sehari semalam rasanya saya nggak bisa tidur membayangkan besok bakalan terbang. Orang tua saya pun ikut heboh. Maklum, meski sudah mulai murah, masih lumayan jarang orang yang memilih menggunakan pesawat. Waktu itu saya berangkat dari Juanda Surabaya. Tiba di bandara masih jam 5 pagi. Saya pun semangat melihat-lihat bandara. Bahkan kamar mandinya saja saya kagum saking mewahnya. Akhirnya saya masuk pesawat dan melakukan hal-hal yang hampir pasti dilakukan orang yang pertama naik pesawat. Sudah pasti saya mengamati semua yang ada didalam kantung pesawat termasuk petunjuk keselamatan, kantung muntah, dan juga majalah serta brosur-brosur penawaran. Waktu para awak kabin memperagakan prosedur keselamatan pun saya dengan sangat seksama memperhatikan dan mencocokkan dengan apa yang ada di dalam gambar kartu keselamatan. Bahkan doa-doanya saya baca lengkap. Pokoknya seneng banget deh. Pulangnya juga sama. Masih seperti itu lagi. Tapi karena penerbangannya menggunakan maskapai beda, jadi ada plus makanannya. Rasanya bahagiaaaa banget deh jadi orang yang bisa terbang waktu itu hehehe.
                Semakin lama, saya semakin sering (ditraktir) naik pesawat. Jadi peragaan keselamatan dan macam-macamnya sudah mulai berkurang keasyikannya. Kecuali kalau mbak pramugarinya cantik dan tidak bermuka judes, naaahhh.. baru deh semangat. Tapi ada loh, pramugari yang cantik tapi judesnya minta ampun deh. Pernah saya suatu ketika pulang dari Malaysia, kebetulan agak terlalu mepet dengan waktu boarding. Jadi saya nggak sempat pilih nomor, dapetnya belakang. Entah kenapa waktu boarding nomor saya termasuk nomor yang dimasukkan ke pesawat lebih dulu. Dan ya ampun, judes banget deh mbaknya. Saya jadi heran… kok bisa gini sih pelayanannya? Selidik punya selidik, dengan penampilan saya yang lusuh waktu itu, saya dikira (sorry) pekerja Indonesia yang mau mudik. Jadi mbaknya judes banget. Sumpah deh…waktu itu saya sudah bertekad, ntar mau dibilangin sama pemimpin awak kabinnya. Tapi entah kenapa, gak tau ya, waktu nawarin makanan, dia ramaaaaaah banget. Sadar kali ya kalau kelakuan saya beda dengan teman-teman yang saling teriak dan pinjem pulpen sambil naik-naik ke kursi. Hehehe.. untung sadar. Dan pelayanannya jauuuuuh lebih sopan sama saya. Yaaa.. baiklah. Validitas tampang ternyata penting juga :D
BTW, sedikit ngomongin pahlawan devisa Indonesia, saya pernah loh terkecoh dengan penampilan. Waktu itu saya pulang dari Jakarta, dan di sebelah saya duduk wanita yang mungkin seumuran saya, dengan pakaian rapi dan pake wedges. Saya sih masih nggak ngeh sampai dia tiba-tiba angkat telepon. Padahal jelas-jelas sudah di dalam pesawat kan dilarang menyalakan telepon. Saya sih masih cuek. Terus waktu pesawat didorong mundur, dia ngangkat telpon lagi dan bilang masih baru mau berangkat. Dasar saya parno banget kalo pesawatnya kenapa-kenapa, saya tegor deh si mbak itu. “mbak, hpnya nggak dimatiin?”dengan cueknya dia bilang, “ oh, harus dimatiin ya?”. Kagetlah saya, “yaiya mbak, ini dah mau terbang”. Dan yang membuat saya bener-bener kaget, “ cara matiinya gimana ya mas, saya nggak bisa” hadeeeeh.. itu saya mulai panik. Soalnya kan bener kalo sinyal hape bisa bikin penerbangan jadi kacau. Karena panik, aku ambil hapenya dan aku cabut baterenya. Dan akhirnya sampai mendarat di Jogja, mbak nya juga masih membuat kejutan, “mas,nyalain hapenya gimana ya?” yaaaaaah…. Percuma dooonk punya hape, batinku….
                Maen sembunyi-sembunyian sama awak kabin juga pernah saya lakukan. Suatu ketika saya dan sodara sepupu saya terbang ke Bangkok dengan menggunakan pesawat yang katanya paling ekonomis. Bener sih tiketnya ekonomis. Tapi, rasa lapar di atas pesawat kan nggak bisa ditahan juga. 3 jam di kabin yang dingin lumayan bikin lapar juga. Adanya makan mie dalam kemasan yang harganya paling 3ribuan disitu jadi hampir 10 kali lipatnya. Berdasar pengalaman itu, kami sepakat buat menyelundupkan ayam McD ke dalam pesawat, dengan resiko kalau ketahuan sama pramugarinya, bakalan kena denda yang mahal. Karena kami sudah bertekad, akhirnya kami pesan mie itu satu. Terus kami makan secara giliran ayam McD itu dari mangkuk yang sudah kosong. Pertama sodara saya, kemudian setelah habis, mangkuknya pindah ke sebelahnya trus diisi ayam lagi, kemudian baru giliran saya yang terakhir. Makannya pun sembunyi-sembunyi. Haduh, berasa jadi penyelundup apaaa gitu, padahal Cuma makan ayam doang. kalau sekiranya ada pramugari yang mendekat, salah satu akan kasih kode lalu tutup mangkuknya ditutup dan ita pura-pura ngobrol. Dasar orang Indonesia ogah rugi J
                Pengalaman ogah rugi ketika naik pesawat itu keliatannya bakat deh dari keluarga saya. Waktu itu saya ke Bangkok akhir tahun 2008. Namanya juga pergi rame-rame, dan karena kebiasaan nenek moyang kami kalau liburan harus bawa makanan dan minuman, tante saya membawa minuman kaleng, soda, minuman kotak, sampai satu tas penuh. Di pengecekan barang terakhir, kami baru tahu kalau cairan tidak boleh masuk kabin di penerbangan internasional. Naaah.. bingunglah kami. Mau ditinggal kok rasanya sayang banget, mau dibawa nggak boleh, akhirnya karena ogah rugi, langsung aja deh semua pasukan diminta untuk menghabiskan minuman satu tas itu. Bodo amat diliatin penumpang laen sama petugas. Pokoknya udah beli ya harus minum. Alhasil di dalam pesawat, keluarga kami lah yang paling rajin menyambangi toilet pesawat.
                Salah satu pengalaman saya naik pesawat yang bikin agak takut adalah ketika saya ke Jakarta menggunakan maskapai yang sekarang sudah nggak ada. Waktu itu kebetulan cuaca lagi kurang baik. Biasanya sih kalau naik pesawat saya selalu daet cuaca yang baik. Nah waktu masuk turbulensi, saya pucet deh, berasa naik bus di jalan yang gak rata, naik turun gak jelas, dan dari jendela saya masih bisa melihat awan yang tebel banget dan juga kilatan petir. Haduh, berasa mau mati di atas deh. Mana bisanya kalua saya stress kan pelariannya makan. Nah karena Cuma dikasi minum, duuuh… tegangnya gak bisa teralihkan. Untungnya saya ngak kebelet pipis ato gimana. Kalau iya kan lebih repot lagi tuh makanya sejak saat itu, saya agak-agak takut kalau cuaca kurang baik. Meskipun kakka saya selalu menenangkan bahwa pesawat sudah dirancang untuk melewati turblensi, tetep aja hati ketar-ketir. Dan untungnya selamat deh sampai mendarat J

                Setelah pernah ditraktir naik pesawat dan mengamati kejadian-kejadian di dalam pesawat, ada beberapa hal yang mungkin bisa membantu meningkatkan kenyamanan kita naik pesawat
  • 1.       Perhatikan betul jadwal keberangkatan pesawat. Kalau masih di Indonesia dan rumahnya deket sama bandara mah berangkat mepet juga gak masalah. Apalagi kalau punya mobil pribadi. Biasanya kan check in buka dari 2 jam sebelum keberangkatan hingga 45 menit sebelumnya. Hal ini penting kalau kita menggunakan angkutan umum baik di dalam dan luar negeri. Saya pernah salah perhitungan waktu pertama naik bus bandara dari Blok M ke Soetta. Pesawat sih jam 6 pagi, dan saya berangkat jam setengah 4 pagi. Alhasil sampai bandara baru jam 4 lebih. Lumayan boring juga pagi-pagi buta gitu. Tapi lebih baik datang lebih awal jadi lebih santai. Saya pernah punya pengalaman harus lari maratom di Malaysia gara-gara saya salah perhitungan jadwal. Saya menggunakan KLIA Express untuk ke Bandara. Perhitungan saya, kereta yang akan saya tumpangi akan tepat datang di bandara sehingga sya tidak terlambat. Tapi saking tepatnya, saya justru terlambat  beberapa detik. Setelah saya dadah-dadah dengan sepupu saya, saya turun ke peron KLIA Express, dan di depan mata saya, pintu KLIAE tertutup. Pucatlah saya menunggu kereta selanjutnya yang berjarak 18 menit. Sampai di KLIA pun saya masih bingung harus mencari konter check in. Setelah ketemu, ini yang lupa saya perhitungkan, adalah antrian imigrasi. Haduuuh.. saya makin pucat. Setelah lolos, saya berlari mencari lajur aerotrain, kemudian berlari membawa backpack saya mencari gate, dan ternyata pesawatnya delay.. yaaah…. Tapi untunglah daripada telat meski saya keringetan habis.
  • 2.       Jangan berangkat mepet dengan jadwal. Selain jadwal pesawat, hal-hal kecil yang diperhatikan adalah antrian. Ya… antrian. Sekarang kita mulai dari pertama. Dari Check in. mending kalau kita nggak bawa bagasi, kalau bawa? Belum didepan kita orang bawa koper berasa mau pindah? Yang ada fragile lah, yang overweight lah, yang ini lah, yang itulah.. Sudah pasti akan lama. Itu juga kalau tiket kita tidak bermasalah. Saya pernah bermasalah di Singapura gara-gara tiket online saya menggunakan kartu debit kakak saya. Saya tidak dapat check in. dan untunglah saya selalu berangkat awal sehingga saya sempat mengontak kakak saya yang berada jauh di ujung barat singapura untuk datang dan membuktikan kartunya. Dan waktu itu saya merasa jadi tahanan deh… belum lagi antrian imigrasi. Jangan dibayangkan antrinya pendek. Bisa mengular deh sampe ngalahin antrian beras. Kalau kita terburu-buru jadinya nggak nyaman dan nggak bisa menikmati bandara deh. Kalau kejadian yang di Bangkok, kami yang berombongan cenderung datang awal, tetapi kita check in dengan nyaman dan dapat santai. Bahkan di Imigrasipun kita tenang-tenang meski di cek dan di scan berkali-kali.
  • 3.       Datang awal = pilih tempat duduk. Bagi orang-orang yang berkaki panjang dan berbadan lebar seperti saya, memilih kursi di bagian jendela atau pintu darurat itu sungguh suatu kenikmatan, kaki bisa selonjor, meski sandaran kursi tidak dapat dierbahkan. Tapi lumayanlah jadi gampang keluar masuk kalau mau ke toilet.  So, saya selalu berusaha datang awal untuk mengincar kursi ini.
  • 4.       Lebih baik buang air selagi ada kesempatan. Saya termasuk penggemar window seat. Meski tidak ada jendela darurat saya pasti milih duduk di dekat jendela meski itu belakang sendiri. Tapi tidak enaknya adalah, ketika saya ingin pipis, saya harus ‘mengusir’ dua orang yang duduk di sebelah saya. Kalau mereka lagi tidur kan nggak enak. Makanya usahakan pipis sebelum naik pesawat, atau kalau memang beser, dudulah di aisle. Saya pernah lupa pipis waktu naik first flight. Pagi-pagi dingin, saya duduk di window seat, dan dua orang disebelah saya tidur. Saya masih nahan pipis. Saya sih menunggu mereka bangun dan mau permisi ke toilet. Tapi entah kenapa nyenyak banget deh tidur mereka. Naah..tau-tau tanda sabuk pengaman sudah nyala dan pesawat mau mendarat di Yogyakarta. Saya sampai keluar air mata nahan pipis. Mau loncat ke kamar mandi, sudah harus pake sabuk pengaman jadi sudah nggak bisa. Saya mengalihkan pandangan keluar dan baru ngeh ternyata pesawat hanya berputar di satu tempat. Dan tiba-tiba pilot mengumumkan bahwa kita lagi antri mendarat jadi harus muter-muter dulu. Matilah saya…. Sampai mendarat saya masih berlinangan air mata. Setelah semua berdiri, saya keluar, lari ke toilet dan hampir pingsan melihat antrian toilet yang panjang banget… sampe ngilu rasanya….. sejak saat itu saya berusaha untuk pipis sebelum naik pesawat meskipun nggak kebelet pipis.
  • 5.       Matikan HP selama di dalam pesawat. Kadang saya sangat jengkel kalau masih ada saja yang suka sms-an atau telpon di dalam pesawat. Ini menunjukkan bahwa anda sangat egois dan (sedikit) bego! Jangan dikira hape dimatikan hanya ketika pesawat sudah mau terbang. Sinyal hape ternyata dapat menganggu sistem navigasi pesawat dan denger-denger ada sebuah pesawat yang masih mau berangkat tapi gara-gara ada sinyal hape, pesawat berjalan dan menabrak terminal. Belum lagi ketika menyentuh landasan, perhatikan deh, pasti ada saja yang langsung menyalakan hape dan bilang “sudah mendarat nih..” haduuuh.. sebel banget deh. Emang penting banget apa? Mending kalo mulus mendaratnya. Kalo itu bikin pesawat bablas kan repot. Terkadang kita suka tidak peduli dengan hal-hal kecil seperti menurunkan sandaran tangan, menegakkan kursi, melipat meja, membuka jendela, mengencangkan sabuk. Itu semua sudah ada standarnya dan dirancang untuk keselamatan penumpang. Makanya terkadang saya juga jengah kalau ada yang begitu mendarat langsung melepas sabuk pengaman. Tunggu bentar napa sih?? Emangnya Mau lompat dari pesawat? Yakin deh, kalau semua itu sudah ada maksud dan standarnya. Semua untuk kepentingan penumpang. So, jangan egois ya J kalau mau kena masalah atau kenapa-kenapa nggak usah ajak-ajak penumpang lain deh. Lu aja sendiri J Saya pernah sedikit bersitegang sama bapak-bapak yang masih aja telepon didalam pesawat ketika pesawatnya jalan. Waktu itu Saya baru lulus SMA dan masih penakut. Tapi daripada mati konyol mending saya tegor. Awalnya dia ngotot, untungnya ada mbak pramugari yang nyuruh matiin. Huff…
  • 6.       Pasrah, terutama bagi yang takut naik pesawat. Pada dasarnya pesawat sudah dirancang untuk segala kondisi cuaca. Kalau takut dengan turbulensi ya berdoa aja, dan bayangin kita lagi di jalan yang bergelombang. Lagi pula mau diapain juga kan kita ada di atas. Percaya sama pilot dan yang penting percaya sama Tuhan :)

Enjoy Your Flight! :)

Sabtu, 19 Februari 2011

Cinta Vs Benci

Saya masih tengiang perkataan teman saya bahwa jangan suka benci berlebihan kepada seseorang, nanti akhirnya jadi cinta, atau sebaliknya jangan terlalu cinta pada seseorang, nanti akhirnya jadi benci. saya dulu masih nggak terlalu peduli dengan ucapan teman saya itu, tapi setelah pernah mengalaminya, saya berpikir (waktu itu masih bisa sedikit berpikir) bener juga ya ucapannya. saya pernah tidak suka pada seseorang, saya suka ngomongin, tapi ketika dia nggak ada, rasanya kok jadi malah saya yang mencari-cari. begitu pula sebaliknya, ketika saya seneng banget sama seseorang, saya malah jadi cepet bosen dan males. nah lo, memang manusia itu nggak pernah puas tampaknya. Untungnya semua sekarang sudah baik-baik saja dan saya tidak perlu menggunakan youtube untuk memaki "temen-temen gue" yang nyebelin atau yang dulu pernah saya sebelin :)

Saya bukan orang yang ahli dalam mengamati masalah percintaan, masalah sayang-sayangan, masalah hunny-bunny-sweety. konteks benci-cinta ini lebih saya lebih kepada perkembangan musik saat ini. sekali lagi saya bukan orang yang paham musik kayak Oom Bens Leo, atau Oom Addie MS, maupun Oom Erwin Gutawa. saya hanya seorang yang suka menikmati musik, entah musik apapun yang penting enak dan liriknya unik maupun menyentuh. Tulisan ini terpikir waktu saya, sebagai seorang yang punya banyak waktu nonton TV, bangun pagi.

Kaki saya langsung melangkah ke depan TV, pegang remote, dan nyalain TV. harapan saya waktu itu TV nyala langsung acara kuliner, jalan-jalan atau masak-masak favorit saya. eh, ternyata acaranya musik dengan penonton bayaran di studio yang seabrek banyaknya itu. langsung tiba-tiba layar beralih ke video klip kakak-beradik yang mendeklarasikan dirinya sebagai artis dan penyanyi. OMG, saya yang masih merah matanya matanya langsung melek dan bengong. bukan karena melihat kakak-beradik yang cantik-cantik itu, tapi karena saya bengong, melihat mereka, yang biasanya muncul nangis-nangis di sinetron indoneisa yang setiap season selalu diperpanjang, malah jadi penyanyi. aiyaiyaiya...... sungguh di dalam hati saya ada perasaan yang...duuuh.... menyayangkan mereka menyanyi. mungkin balik lagi bahwa menyanyi adalah passion mereka. tapi liat-liat tempat juga dong... ini sih namanya kurang enak didengar. bahkan dengan sok-nya (meskipun jelas nggak mungkin) saya sesumbar bahwa saya bisa menyanyi lebih baik dari mereka. dan akhirnya karena sebel, TV saya matikan.

Tapi apa yang terjadi, lagu yang mereka nyanyikan, syair yang diucapkan, dan penampilan mereka seakan terekam di otak saya. entah kenapa, lirik-lirik mereka terdengar sepanjang hari di telinga saya. awalnya sih risih, namun akhirnya menjadi biasa bahkan akhirnya saya jadi ikut bersenandung, hingga level yang paling parah adalah ketika ada penampilan mereka di TV, saya tetap mencaci mereka tetapi tetap ikut menyanyi , sambil tetap sirik sama mereka karena hanya dengan penampilan yang oke, meski suara pas-pasan tetep bisa terkenal.

ini yang saya maksudkan dengan cinta dan benci yang terkadang bertolak belakang namun akhirnya bedanya sangat tipis. Saat ini kata cenat-cenut mungkin sedang akrab dibicarakan masyarakat. teman saya dia sampai ogah mendengarkan kata itu dan mencaci kelompok cenat-cenut itu. bahkan dia bilang itu hanya plagiat dan aji mumpung. tapi apa kenyataannya? he know them so well....dari dansa cenat-cenut sampe film mereka di tivi, semuanya hapal. menjilat ludah sendiri deh.

Setiap manusia memang dilahirkan dengan memiliki banyak emosi di dalam dirinya. dari sekian banyak emosi itu, benci dan cinta adalah salah satunya. sampai sekarang pertanyaan yang muncul di benak saya adalah, apa sih yang membuat kedua hal itu tipis bedanya? secara bodoh-bodohan, saya pernah menganalogikan hal ini tetapi tentu saja dari pandangan yang sangat awam.

Ketika kita merasakan benci yang amat sangat dengan orang, kita akan berusaha untuk mnegeluarkan energi negatif kepada orang itu. hal ini mungkin akan menimbulkan kepuasan kepada diri kita, puas sudah memaki, puas sudah mengeluarkan uneg-uneg, dan puas karena telah menjelek-jelekkan. karena kenikmatan itulah, mungkin menimbulkan respon dalam diri untuk selalu mengulang kenikmatan tersebut. hingga akhirnya, karena ketagihan, hidup kita seakan tergantung padanya, semacam ketergantungan untuk melampiaskan energi negatif kita. akhirnya hal ini berujung dengan mencari-cari ketika dia tidak ada. pada awalnya mencari dalam konteks kita ingi mengeluarkan kebutuhan oral kita untuk mengumpat, tapi tanpa disadari dengan kita selalu mencari dia, kita juga memperhatikan dia. dan disinilah mungkin dimulai perasaan ketergantungan, yang mungkin kalau semakin dibiarkan akan menjadi cinta.

Begitu pula dengan cinta yang berlebihan. setiap hari kita memuja satu orang yang sama, dengan kata lain kita menggantungkan sebagian hati kita pada orang itu ketika kita benar-benar cinta dengan dia. tetapi, sadarkah ketika kita memiliki ekspektasi terlalu jauh kepada orang tersebut dan dia tidak bisa memenuhinya, akan mulai muncul energi-energi negatif dalam diri kita, bahasa mudahnya adalah kita jadi kecewa dengan dia karena tidak dapat memenuhi ekspektasi kita, sehingga pada level yang paling parah, energi negatif itu akan menumpuk sehingga menimbulkan perasaan tidak suka dan beralih menjadi benci.

Lho, lalu bagaimana caranya kita membina suatu hubungan yang sehat dan tidak terlalu benci ataupun tidak terlalu cinta? sekali lagi saya sangat tidak ahli dalam percintaan. kalau ahli, pastilah saya sudah menggandeng pacar (curcol). tetapi yang jelas, hubungan yang baik adalah hubungan dengan komunikasi yang baik pula. hubungan disini bukan melulu hubungan percintaan tetapi juga hubungan dengan orang sekitar kita loh. ketika kita merasakan sesuatu yang kurang enak atau mendapatkan kenikmatan yang sangat dengan seseorang, hendaknya kita berusaha untuk asertif atau dengan bahasa awam adalah mengatakan perasaan kita yang sebenarnya dengan cara yang tepat, meski terkadang di dalam budaya kita, asertif belum terlalu populer. tetapi dengan seperti itu, kita bisa menjadi pribadi dengan jiwa yang lebih sehat. di sisi lain, kita tidak akan terlalu benci ataupun terlalu cinta, sehingga mengurangi munculnya sindrom benci tapi cinta.

Kembali lagi ke masalah musik, apabila kita terapkan teori bodoh-bodohan saya di dalam hubungannya dengan musik, mungkin memang kita lebih baik jangan terlalu memberi justifikasi terlalu buruk pada kualitas musik seseorang kalau kita tidak mau terngiang-ngiang sepanjang hari dan akhirnya membuat kita risih sendiri. Saya jadi belajar bahwa menikmati musik yang paling mudah adalah dengan menerima musik itu sendiri apa adanya karena musik adalah seni yang berkaitan dengan selera dan rasa. selera itu sangat personal, selera tidak dapat dipilih, selera tidak dapat dibeli juga kita tidak pernah tau kapan selera kita akan berubah. Daripada sudah memberi justifikasi buruk pada suatu musik atau seseorang dan malu sendiri karena akhirnya anda jadi tergila-gila, mending dinikmati dulu dan diresapi dengan otak kanan anda, setelah menikmati barulah diberi penilaian, dan biarkan selera anda berbicara, apakah akan menjadi benci atau cinta, itu adalah diri anda, dan jadilah diri anda sendiri.

Jadi kalau 'hatinya cenat-cenut' melihat 'kamu-kamu-kamu lagi' di TV 'dari musim duren hingga musim rambutan', atau mencari 'kamu dimana, dengan siapa, semalam berbuat apa' jangan langsung 'bete, bete, bete' karena kalau keterusan akhirnya jadi 'C,I.N.T.A' sampai-sampai  'melupakanmu butuh waktu seumur hidupku'. Tul Gak?

For the First Time

Dari judulnya keliatannya kok (sok) romantis banget. padahal di sini intinya saya hanya ingin mencicipi blog saya. ya.. meskipun masih sangat polos, sepolos hati saya, akhirnya saya berhasil membuat blog. biarin belum ada isinya yang penting udah punya blog, jadi berasa makin gaoool getoooh... #dancing

Bikin Blog ini sebetulnya sudah kepingin sekali saya lakukan sejak lama. kendalanya adalah saya terlalu gaptek untuk bisa klik sana-sini. bisanya sih cuma next...next...next aja. eeh.. tahu-tahu udah jadi aja. thanks to technology yang membuat orang seperti saya yang gagap teknologi akhirnya bisa eksis juga di dunia maya (ya kalo akhirnya jadi eksis).

Sebetulnya ada juga sedikit "power of kepepet" di sini. saya dipaksa menjadi bisa karena saya benar-benar ingin menyalurkan hobi saya sejak dulu yaitu mengarang atau menulis sesuatu. saya tidak pintar, saya tidak berbakat, tetapi ada kemauan untuk sekedar menyalurkan hobi saya menulis. daripada saya terus-terusan ngeles di depan banyak orang untuk menyalurkan hobi mengarang indah saya, ya lebih baik disalurkan di sini saja deh. kalau dipikir, awalnya saya akhirnya terpaksa bikin blog akibat saya tergerak oleh suatu buku : Your job is not your career, dimana ada salah satu bagiannya yang menyatakan bahwa kita sebagai makhluk hidup yang berakal hendaknya bisa menemukan passion kita dalam hidup. tulisan itu membuat saya, seorang yang bahkan tidak pernah berpikir serius, menjadi sedikit tergelitik, apa sih sebenarnya passion hidup saya? apa sih yang dicari di hidup ini kalau bukan menjalani sesuatu yang menjadi passion kita?

Passion atau hasrat, suatu yang sebenarnya tidak terlihat namun itu bisa dirasakan. setiap orang tentu memiliki passion yang berbeda dalam hidupnya. Mendapat pekerjaan layak, memiliki harta yang melimpah, mendapatkan pengakuan dan jabatan mungkin merupakan passion hampir semua orang yang ada. siapa sih yang nggak mau kaya? siapa sih yang nggak mau terkenal? siapa sih yang nggak mau hidupnya mapan? tetapi, semakin saya melihat, semakin saya belajar bahwa passion hidup seseorang itu berbeda-beda. Para peneliti akan sangat sumringah ketika mereka mendapat sesuatu yang baru untuk diteliti, seorang wanita mungkin akan sangat menjadi lengkap hidupnya ketika dia menjadi seorang ibu rumah tangga dan mengasuh anak, mengajar di tempat terpencil mungkin juga menjadi passion sebagian orang meski kondisinya mengenaskan, hidup bersama orang utan bisa juga menjadi kebahagiaan sebagian orang.

Saya tidak munafik untuk mengakui bahwa saya termasuk orang yang senang dengan kemapanan, senang dengan duit dan juga popularitas. tetapi saya pernah mengalami, bahwa meski punya duit, punya pekerjaan, punya kedudukan, punya wewenang, saya merasa ada yang kurang dalam hidup saya. saya mencoba merenungi di dalam diri, apa sih yang sebenarnya saya sukai dan saya inginkan di dalam diri saya? apa sih passion saya?

Selidik punya selidik, dengan dibantu rekan-rekan saya yang kebetulan lulusan psikologi, saya termasuk orang yang sangat doyan jalan-jalan, makan-makan, dan juga memiliki tingkat eksibisionis yang tinggi. saya luruskan dulu sebelum jadi bengkok atawa miring, bahwa eksisbis disini adalah istilah untuk menonjolkan diri, bukan mendapatkan kepuasan seksual dengan mempertontonkan alat vital kepada orang lain loh. di sisi lain, saya termasuk orang yang sangat suka membaca dan menulis (didikan guru SD saya tampaknya behasil nih). sehingga dengan gabungan kombinasi yang aneh itulah, saya disarankan untuk membuat blog. kalau cuma di buku harian, jurnal, atau ditulis di word aja sih sudah menyalurkan hobi dan hasrat saya untuk menulis. tapi untuk bagian eksibisnya mana? akhirnya saya memaksa diri untuk bisa membuat blog.

Terlihat dari kegemaran saya yang cuma memikirkan masalah kenikmatan perut dan mata, pastinya blog ini akan nggak jauh-jauh dari yang namanya pengalaman jalan, makan, dan pengalaman yang terjadi di sekitar saya. Ditambah lagi, saya adalah orang yang agak sulit untuk diajak berpikir serius, makanya mungkin banyak hal-hal gak nyambung atau hal-hal sepele yang akan saya sampahkan di sini. tetapi harapan saya tentu saja blog ini, misalnya ada yang baca dan ada yang komentar (semoga ada deeeeh), bisa memberikan masukan atau tambahan bacaan buat yang lagi punya waktu senggang buat membaca sampahan saya.

Sebenernya sih, saya merasa gembira karena sedikit dari passion hidup saya mulai bisa muncul, meskipun sekali lagi saya tidak berbakat menulis, tetapi yang penting hasrat diri saya mulai tersalurkan. saya juga ingat bahwa di buku itu dikatakan bahwa segeralah temukan passion hidup anda sebelum anda merasa terlambat atau bahkan merasa akhirnya apa yang anda lakukan dalam hidup anda adalah sia-sia. Lebih baik jangan sepelekan keinginan-keinginan kecil dalam hidup anda, karena siapa tahu, di situlah passion hidup anda berada. so, find yor passion!