Sabtu, 19 Februari 2011

Cinta Vs Benci

Saya masih tengiang perkataan teman saya bahwa jangan suka benci berlebihan kepada seseorang, nanti akhirnya jadi cinta, atau sebaliknya jangan terlalu cinta pada seseorang, nanti akhirnya jadi benci. saya dulu masih nggak terlalu peduli dengan ucapan teman saya itu, tapi setelah pernah mengalaminya, saya berpikir (waktu itu masih bisa sedikit berpikir) bener juga ya ucapannya. saya pernah tidak suka pada seseorang, saya suka ngomongin, tapi ketika dia nggak ada, rasanya kok jadi malah saya yang mencari-cari. begitu pula sebaliknya, ketika saya seneng banget sama seseorang, saya malah jadi cepet bosen dan males. nah lo, memang manusia itu nggak pernah puas tampaknya. Untungnya semua sekarang sudah baik-baik saja dan saya tidak perlu menggunakan youtube untuk memaki "temen-temen gue" yang nyebelin atau yang dulu pernah saya sebelin :)

Saya bukan orang yang ahli dalam mengamati masalah percintaan, masalah sayang-sayangan, masalah hunny-bunny-sweety. konteks benci-cinta ini lebih saya lebih kepada perkembangan musik saat ini. sekali lagi saya bukan orang yang paham musik kayak Oom Bens Leo, atau Oom Addie MS, maupun Oom Erwin Gutawa. saya hanya seorang yang suka menikmati musik, entah musik apapun yang penting enak dan liriknya unik maupun menyentuh. Tulisan ini terpikir waktu saya, sebagai seorang yang punya banyak waktu nonton TV, bangun pagi.

Kaki saya langsung melangkah ke depan TV, pegang remote, dan nyalain TV. harapan saya waktu itu TV nyala langsung acara kuliner, jalan-jalan atau masak-masak favorit saya. eh, ternyata acaranya musik dengan penonton bayaran di studio yang seabrek banyaknya itu. langsung tiba-tiba layar beralih ke video klip kakak-beradik yang mendeklarasikan dirinya sebagai artis dan penyanyi. OMG, saya yang masih merah matanya matanya langsung melek dan bengong. bukan karena melihat kakak-beradik yang cantik-cantik itu, tapi karena saya bengong, melihat mereka, yang biasanya muncul nangis-nangis di sinetron indoneisa yang setiap season selalu diperpanjang, malah jadi penyanyi. aiyaiyaiya...... sungguh di dalam hati saya ada perasaan yang...duuuh.... menyayangkan mereka menyanyi. mungkin balik lagi bahwa menyanyi adalah passion mereka. tapi liat-liat tempat juga dong... ini sih namanya kurang enak didengar. bahkan dengan sok-nya (meskipun jelas nggak mungkin) saya sesumbar bahwa saya bisa menyanyi lebih baik dari mereka. dan akhirnya karena sebel, TV saya matikan.

Tapi apa yang terjadi, lagu yang mereka nyanyikan, syair yang diucapkan, dan penampilan mereka seakan terekam di otak saya. entah kenapa, lirik-lirik mereka terdengar sepanjang hari di telinga saya. awalnya sih risih, namun akhirnya menjadi biasa bahkan akhirnya saya jadi ikut bersenandung, hingga level yang paling parah adalah ketika ada penampilan mereka di TV, saya tetap mencaci mereka tetapi tetap ikut menyanyi , sambil tetap sirik sama mereka karena hanya dengan penampilan yang oke, meski suara pas-pasan tetep bisa terkenal.

ini yang saya maksudkan dengan cinta dan benci yang terkadang bertolak belakang namun akhirnya bedanya sangat tipis. Saat ini kata cenat-cenut mungkin sedang akrab dibicarakan masyarakat. teman saya dia sampai ogah mendengarkan kata itu dan mencaci kelompok cenat-cenut itu. bahkan dia bilang itu hanya plagiat dan aji mumpung. tapi apa kenyataannya? he know them so well....dari dansa cenat-cenut sampe film mereka di tivi, semuanya hapal. menjilat ludah sendiri deh.

Setiap manusia memang dilahirkan dengan memiliki banyak emosi di dalam dirinya. dari sekian banyak emosi itu, benci dan cinta adalah salah satunya. sampai sekarang pertanyaan yang muncul di benak saya adalah, apa sih yang membuat kedua hal itu tipis bedanya? secara bodoh-bodohan, saya pernah menganalogikan hal ini tetapi tentu saja dari pandangan yang sangat awam.

Ketika kita merasakan benci yang amat sangat dengan orang, kita akan berusaha untuk mnegeluarkan energi negatif kepada orang itu. hal ini mungkin akan menimbulkan kepuasan kepada diri kita, puas sudah memaki, puas sudah mengeluarkan uneg-uneg, dan puas karena telah menjelek-jelekkan. karena kenikmatan itulah, mungkin menimbulkan respon dalam diri untuk selalu mengulang kenikmatan tersebut. hingga akhirnya, karena ketagihan, hidup kita seakan tergantung padanya, semacam ketergantungan untuk melampiaskan energi negatif kita. akhirnya hal ini berujung dengan mencari-cari ketika dia tidak ada. pada awalnya mencari dalam konteks kita ingi mengeluarkan kebutuhan oral kita untuk mengumpat, tapi tanpa disadari dengan kita selalu mencari dia, kita juga memperhatikan dia. dan disinilah mungkin dimulai perasaan ketergantungan, yang mungkin kalau semakin dibiarkan akan menjadi cinta.

Begitu pula dengan cinta yang berlebihan. setiap hari kita memuja satu orang yang sama, dengan kata lain kita menggantungkan sebagian hati kita pada orang itu ketika kita benar-benar cinta dengan dia. tetapi, sadarkah ketika kita memiliki ekspektasi terlalu jauh kepada orang tersebut dan dia tidak bisa memenuhinya, akan mulai muncul energi-energi negatif dalam diri kita, bahasa mudahnya adalah kita jadi kecewa dengan dia karena tidak dapat memenuhi ekspektasi kita, sehingga pada level yang paling parah, energi negatif itu akan menumpuk sehingga menimbulkan perasaan tidak suka dan beralih menjadi benci.

Lho, lalu bagaimana caranya kita membina suatu hubungan yang sehat dan tidak terlalu benci ataupun tidak terlalu cinta? sekali lagi saya sangat tidak ahli dalam percintaan. kalau ahli, pastilah saya sudah menggandeng pacar (curcol). tetapi yang jelas, hubungan yang baik adalah hubungan dengan komunikasi yang baik pula. hubungan disini bukan melulu hubungan percintaan tetapi juga hubungan dengan orang sekitar kita loh. ketika kita merasakan sesuatu yang kurang enak atau mendapatkan kenikmatan yang sangat dengan seseorang, hendaknya kita berusaha untuk asertif atau dengan bahasa awam adalah mengatakan perasaan kita yang sebenarnya dengan cara yang tepat, meski terkadang di dalam budaya kita, asertif belum terlalu populer. tetapi dengan seperti itu, kita bisa menjadi pribadi dengan jiwa yang lebih sehat. di sisi lain, kita tidak akan terlalu benci ataupun terlalu cinta, sehingga mengurangi munculnya sindrom benci tapi cinta.

Kembali lagi ke masalah musik, apabila kita terapkan teori bodoh-bodohan saya di dalam hubungannya dengan musik, mungkin memang kita lebih baik jangan terlalu memberi justifikasi terlalu buruk pada kualitas musik seseorang kalau kita tidak mau terngiang-ngiang sepanjang hari dan akhirnya membuat kita risih sendiri. Saya jadi belajar bahwa menikmati musik yang paling mudah adalah dengan menerima musik itu sendiri apa adanya karena musik adalah seni yang berkaitan dengan selera dan rasa. selera itu sangat personal, selera tidak dapat dipilih, selera tidak dapat dibeli juga kita tidak pernah tau kapan selera kita akan berubah. Daripada sudah memberi justifikasi buruk pada suatu musik atau seseorang dan malu sendiri karena akhirnya anda jadi tergila-gila, mending dinikmati dulu dan diresapi dengan otak kanan anda, setelah menikmati barulah diberi penilaian, dan biarkan selera anda berbicara, apakah akan menjadi benci atau cinta, itu adalah diri anda, dan jadilah diri anda sendiri.

Jadi kalau 'hatinya cenat-cenut' melihat 'kamu-kamu-kamu lagi' di TV 'dari musim duren hingga musim rambutan', atau mencari 'kamu dimana, dengan siapa, semalam berbuat apa' jangan langsung 'bete, bete, bete' karena kalau keterusan akhirnya jadi 'C,I.N.T.A' sampai-sampai  'melupakanmu butuh waktu seumur hidupku'. Tul Gak?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar